Bikara Memintah Pemerintah Mencaritahu Putranya Yang Masih Hidup Di Indonesia
SAPNewsTL, Lautem – Akibat perang panjang pada masa pendudukan Indonesia, karena perjuangan kemerdekaan, mendiang Hokara dan Bikara memutuskan untuk menitipkan anaknya yang berusia lima bulan ke sebuah ladang di Soibada pada tahun 1987.
Maria Joana da Costa dengan nama “Bikara” menceritakan pada tahun 1987, perang terus memanas dan musuh terus menganiaya FALINTIL di hutan, sehingga mereka memutuskan untuk meninggalkan anak mereka di sebuah ladang di Soibada selama empat hari, setelah seorang petani menemukannya dan membawanya ke Pastor Mateus Lopes untuk dibesarkan.
“Pada tahun 1987, situasinya sangat sulit, musuh terus-menerus mengepung kami, sehingga anak itu baru berusia lima bulan, dia menangis, jadi kami memutuskan untuk meninggalkannya di sebuah ladang di Soibada, menunggu selama empat hari, setelah seseorang datang menggambil dan menyerahkan ke pastor untuk dibesarkan karena ayah Maitei Hokara, menulis kata pendek yang berbunyi “INI ORANG LOSPALOS, TIDAK ADA KELUARGA, TAPI JIKA ORANG MENEMUKANNYA, BERIKAN KEPADA PASTOR DAN BIARAWATI UNTUK DIBESARKAN’.” Maria Joana da Costa “Bikara” menceritakan kepada SAPNews di Lospalos, 18/08/2024.
Bikara mengaku ingin sekali melihat putra pertamanya yang ditingalkan di hutan karena perang.
Bikara meminta kepada semua orang untuk menginformasikan jika mereka mengetahui keberadaan putranya, agar dia bisa mengetahui kondisi Maitei saat ini.
“Saya mohon kepada siapapun yang mengetahui keberadaan Maitei, agar memberikan informasi kepada pihak keluarga untuk mengetahui keberadaan dan kondisi terkininya.”
Sang ibu pun meminta kepada anak laki-lakinya Maitei untuk kembali kepada ibunya, karena ibunya masih hidup, sehingga ia ingin bertemu dengannya sebelum ia wafat.
“Untuk anakku Maitei, kamu dimana? Jika kamu masih hidup, aku rindu melihat wajahmu, rindu mengetahui keadaanmu sekarang, aku ingin kamu kembali menemuiku dan aku ingin melihatmu sebelum takdir memisahkan kita dari dunia ini”. Bikara bertanya.
Sementara itu, mendiang Wakil João da Costa Monteiro dengan kode nama “Hokara” bersama Maria Joana da Costa dengan nama “Bikara” leninggalkan anak mereka dengan lipa di kaki Gunung Aitara yang baru berusia lima bulan pada tahun 1987, setelah merdeka keluarga tersebut mencari keberadaannya tetapi sejauh ini belum ditemukan.
Kepala Desa Raul da Costa bersama Keluarga Maitei menggelar siaran pers di Lautém, Lospalos, 18/08/2024.
Dalam siaran persnya, Juru Bicara Kepala Desa Raul da Costa mengatakan, Keluarga Maitei bersama ibunya Bikara di Lautém meminta kepada pemerintah, CVTL, Ayah, Ibu dan masyarakat Timor yang mengetahui tentang Maitei untuk menginformasikan dan memfasilitasi keluarga tersebut untuk bisa mendapatkan kembali hak mereka. anak laki-laki yang ditinggalkan pada tahun 1987.
1.“Kami mohon kepada Pemerintah Timor Leste untuk segera menemukan anak kami yang masih hidup, agar kami dapat mengetahui dan Maitei dapat mengetahui ibunya Bikara yang masih hidup meskipun sudah tua, walaupun ayahnya Hokara sudah verada di dunia lain. termasuk pencarian seluruh warga Timor, terutama anak-anak pejuang yang sudah besar dan masih hidup, untuk kembali ke negaranya dan mengenal keluarganya”.
2.“Minta Palang Merah Timor-Leste (CVTL, kepanjangan Portugis) untuk mengambil tanggung jawab melacak dan mengumpulkan informasi tentang Maitei yang mungkin masih hidup karena perang yang kita tinggalkan di tangan orang-orang”.
3.“Kami mohon kepada para pastor, biarawati, pemerintah setempat dan keluarga di Soibada yang mengetahui sejarah Maitei atau seseorang yang membesarkannya agar dapat membantu menginformasikan kepada kami, terutama kepada ibunya Bikara yang melakukan berbagai upaya untuk mengetahui keberadaan dan kondisi putranya”.
4.“Dalam rangka memperingati Hari FALINTIL 20 Agustus dan Hari Konsultasi Rakyat, kami mengucapkan selamat kepada masyarakat Timor-Leste yang merayakan hari besar ini, bersama-sama kita membangun perdamaian dan stabilitas, berkontribusi pada pembangunan nasional yang inklusif, berkelanjutan, dan setiap orang dapat berpartisipasi dalam pembangunan dan menikmati kehidupan yang baik dengan kesejahteraan bersama, tidak ada lagi diskriminasi, kekerasan, penindasan, eksploitasi terhadap orang lain dan ketidakadilan sosial.
5.“25 tahun jajak pendapat, dan menantikan kunjungan Yang Mulia Paus Fransiskus ke Timor-Leste, kita semua menantikannya dengan penuh suka cita dan doa, berharap kedua hari raya besar ini bisa sukses besar untuk menunjukkan bahwa iman kita menjadi budaya kita, budaya saling mencintai, saling mendengarkan, saling membantu, saling mendukung, saling menghargai, dan mengharumkan nama Timor Leste terdengar di dunia.”
Setelah berita ini diterbitkan, terdapat informasi positif bahwa seorang anak laki-laki yang ditinggalkan ibunya pada tahun 1987 masih hidup, dan saat ini berada di Indonesia.
Jurnalis : Tim Liputan