Mahasiswa UNTL Bela Hak Kemerdekaan Papua Barat

Gambar : Mahasiswa UNTL mengadakan konferensi pers di Kampus Pusat-UNTL, Senin (26/05/2025).

SAPNewsTL, Díli: Mahasiswa Universitas Nasional Timor Leste (UNTL) menggelar jumpa pers untuk memberikan solidaritas kepada masyarakat Papua Barat yang memperjuangkan kemerdekaan.

Marciana da Conceição – SAPNews

Vensencio Guterres mengatakan, kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri merupakan sebuah prinsip yang sangat berharga dan lebih tinggi dari nilai-nilai lainnya yang harus dinikmati oleh setiap orang dalam kehidupannya, khususnya Papua Barat yang saat ini  memperjuangkan kemerdekaannya.

“Kebebasan dan penentuan nasib sendiri (kemerdekaan) merupakan asas yang paling berharga, di atas segala nilai-nilai lain yang harus dinikmati oleh setiap orang dalam hidupnya, khususnya masyarakat yang hidup di suatu negara tertentu”

“Nilai tersebut diperoleh oleh rakyat Papua Barat pada tanggal 1 Desember 1961 yang dicanangkan sebagai hari kemerdekaan Papua Barat, namun baru berjalan 18 hari, rakyat Papua Barat harus kehilangan penentuan nasib sendiri karena adanya campur tangan negara Indonesia”. Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Vensencio Guterres melalui siaran pers di Kampus Pusat-UNTL, Senin (26/05/2025).

Vensencio menambahkan, negara kolonial Indonesia bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Belanda mengambil keputusan melalui perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 1962 yang memaksa Papua Barat menjadi wilayah Indonesia namun sayangnya tidak melibatkan rakyat Papua.

“Negara kolonial Indonesia yang bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Belanda mengeluarkan keputusan melalui Perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 1962 telah memaksa Papua Barat menjadi wilayah Indonesia namun sayangnya tidak melibatkan rakyat Papua.

“Negara kolonial Indonesia yang bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Belanda mengeluarkan keputusan melalui Perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 1962 telah memaksa Papua Barat menjadi wilayah Indonesia namun sayangnya tidak melibatkan rakyat Papua. 15, 1962, yang memaksa Papua Barat menjadi wilayah Indonesia, tetapi sayangnya keputusan ini tidak melibatkan rakyat Papua Barat.

Vencensiu menambahkan, “Meskipun demikian, negara Indonesia memaksakan kepada rakyat Papua Barat, memaksa mereka untuk kehilangan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri melalui referendum pada tahun 1969. Saat itu, populasi Papua Barat sekitar 800.000, tetapi jumlah delegasinya sedikit. Hanya 1.026 yang berpartisipasi dalam referendum tersebut. Referendum tersebut tidak melibatkan partisipasi maksimal seluruh rakyat Papua Barat untuk menentukan masa depan mereka”.

Ia menjelaskan, hingga saat ini rezim kolonial Indonesia terus melakukan ekspansi dan mendominasi rakyat Papua melalui operasi militer, tindakan paksa terhadap rakyat Papua Barat yang mengakibatkan banyak orang kehilangan nyawa.

“Sampai saat ini, di tahun 2025 rezim kolonial Indonesia terus memperluas kekuasaannya melalui operasi militer, tindakan pemaksaan, dan penindasan terhadap rakyat Papua Barat yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa, serta masyarakat hidup dalam penyiksaan, penindasan, diskriminasi, dan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh negara kolonial Indonesia”.

“Benar bahwa di dunia ini tidak ada satu pun penjajahan yang manusiawi, semua bentuk penjajahan itu tidak manusiawi. Kondisi yang tidak manusiawi ini membuat rakyat Papua Barat terus berjuang menuntut hak mereka untuk menentukan nasib sendiri yang telah dirampas oleh negara Indonesia. Namun banyak negara di dunia yang bungkam dan menutup mata.

Mahasiswa Universitas Nasional Timor Leste (UNTL), menyadari dan mengakui bahwa perjuangan penentuan nasib sendiri Timor Leste telah berhasil karena solidaritas internasional yang kuat, karena semua orang memahami bahwa perjuangan penentuan nasib sendiri adalah hak dasar yang fundamental bagi semua bangsa di semua negara termasuk rakyat Papua Barat.

Sangat penting untuk menjunjung tinggi solidaritas antara satu orang dengan yang lain, tidak ada wilayah kemanusiaan yang lebih besar daripada ciptaan Tuhan di dunia ini. “Ketika kita tetap bungkam dan tidak menunjukkan solidaritas kepada saudara-saudari kita di tanah jajahan termasuk Papua Barat, kita telah gagal dalam perjuangan mereka untuk mendapatkan kebebasan.”

“Kami sebagai mahasiswa dan masyarakat Timor Leste menyatakan solidaritas kepada rakyat Papua Barat, yang saat ini masih berjuang untuk menentukan nasib sendiri, kami nyatakan:

1. “Kami mahasiswa UNTL di Timor Leste meminta negara Indonesia untuk menghentikan operasi militer dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyat Papua Barat”

2. Kami, mahasiswa UNTL, meminta negara, gereja, masyarakat sipil, dan semua mahasiswa di Timor Leste yang bersuara dan membela perdamaian, keadilan, dan kemanusiaan untuk menunjukkan solidaritas kepada rakyat Papua Barat, sebagaimana orang-orang dari negara lain telah menunjukkan solidaritas kepada perjuangan Timor Leste untuk menentukan nasib sendiri.

3. “Kami menyerukan kepada negara-negara anggota PBB dan negara Indonesia melalui Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk mengembalikan referendum bagi Papua Barat, agar rakyat dapat bebas dan demokratis menentukan nasibnya sendiri.

Menurut data yang diakses SAP News TL, sejak tahun 1961 hingga 2025, jumlah penduduk Papua Barat telah melampaui lima ratus ribu (500.000) orang meninggal, luka-luka, dan menjadi korban di negaranya.

Saat ini, rakyat Papua terus melawan untuk memperjuangkan kemerdekaan meskipun menghadapi intimidasi, penyiksaan, pelanggaran hak asasi manusia dan sebagian terus menjadi korban dan meninggal karena tidak ingin berintegrasi dengan Indonesia.

Share This

COMMENTS

Wordpress (0)
Disqus ( )